Ketika uang menjadi dewa



Ketika pendidikan berubah menjadi penjajahan,
06 Juni 2016
Dulu ketika gua sekolah, sekolah gua yang kebetulan swasta itu memiliki visi dan misi yang terpampang jelas dan besar disetiap kantor guru, disana isinya kurang lebih untuk mewujudkan kecerdasan bangsa dan mengabdi untuk negara, dan mengubah kebodohan dan berjalan dijalan Allah, intinya mereka melakukan ini semua untuk umat,

Tapi ternyata dilapangan berbeda, tujuan awal memang begitu indah, begitu mempesona dan menggiurkan kepala dan bibir untuk berucap takjub dan bangga,

Dilapangan semua berubah, semua tak sama dan semua gila, visi misi hanya jadi pajangan menemani foto kepala negara dan wakilnya yang sering hilang entah kemana,

Mereka seperti mengubah haluan kapal yang tadinya untuk pendidikan menjadi ladang bisnis yang menggiurkan karena bisa mengayakan,

Pendidikan tidak lagi siswa, guru dan papan tulis berserta tugas, tapi disana ada uang yang diam – diam berjalan keluar dari kantong kantong lesu orang tua murid, yang mau tidak mau harus membayar renternir ilmu,

Belajar mengajar sekarang ditentukan oleh 2 sosok momok menakutkan, pertama ulangan dan yang ke dua, bulanan,

Yang lebih miris lagi bulanan itu hanya sampingan dari sekian banyak uang-uang siswa yang diminta setiap ada ulangan kecil – kecilan, ulangan bayaangan, bayanan yang terlihat jelas uangnya dan tidak tau kemana makdunya,

Kau bisa saja naik kelas terus asalkan bulanan mu itu mulus, dan tidak ada tunggakan, jika perlu tambahkan sedikit untuk memperhalus jalan mu,

Sepintar apapun kalian jika kau tidak bisa membayar, ijasah mu akan disegel oleh pihak sekolah,

Sadar mereka mendirikan bangunan ini butuh biaya, untuk membayar guru itu juga butuh biaya, dan untuk memeberisihkan toilet guru yang wangi itu juga butuh biaya besar, jangan kau pikir ini gratis !!!

Lalu ada petanyaan jika kau takut rugi, jangan buat sekolahan ?

Lalu dia jawab dengan lantang, jika kau tak punya uang jangan sekolah disini,
Sementara di ujung selatan sana, anak – anak yang jarang sekali sekolah mengingin kan gurunya untuk kesana lagi, mengajar lagi walaupun mereka tidak bisa membayar , guru itu tetap datang tapi sekarang tidak datang lagi kareng guru itu sudah mati,
Sementara dikota guru itu tidak mati, hanya mati matahatinya, tidak melihat siswa itu seperti mutiara yang siap untuk dirawat dan dipoles tapi melihat orang tua murid seperti dompet yang kebanyakan uang,

Siswa dipisahkan dan dikotakan sesuai sepatu, tas, dan kecantikanya, bukan disamaratakan karena status siswanya, melaikan dikotak-kotakan setolol apa mereka,
Ketika tengah bulan mengadakan ulangan harian jika harian sudah kemarin dilaksanakan maka dia buat ulangan bulanan jika bulanan sudah maka dia buat terus ulangan sampai ulangan bu-alan,
Remedial hanya untuk mereka yang kurang beruntung saat ulangan, yang hanya menggangu istirahat guru saja,

Ketika pendidikan berubah menjadi penjajahan, maka disana yang ada hanya bualan omong kosong kepala sekolah dan kepala yayasan,


Komentar

Postingan Populer