Penghargaan Kosong


Penghargaan Kosong

Pagi itu Thomas sedang diwawancarai oleh media local yang terkenal disana, ya Thomas memang sangat terkenal dinegri ini, negri yang melahirkan banyak seniman hebat yang sudah go Internasional, 

Thomas salah satunya, dia sangat terkenal dengan karya seninya yang abstrak dan moderen, kini semua orang ingin mengikuti jejaknya, dan menjadi seperti dia, sebuah tanda kehormatan dan kesuksesan yang tiada taranya,

Selamat pagi Tuan Thomas, “sapa sang wartawati bernama Diana”

Selamat pagi, semoga hari mu cerah dan jangan lupa untuk bersyukur untuk pagi ini, “sahut Thomas dengan wajah penuh ramah khas orang dermawan,

Disaat yang sama wartawati itu langsung membuka kertas yang isinya pertanyaan yang akan ditunjukan kepada Thomas,

Dan disusul dengan basa basi yang sangat membosakan yang semua orang ingin membuangnya jauh namun masih saja dilakukan orang kebanyakan, - mereka pun sudah menuju inti dari pembicaraan mereka,

Tuan Thomas bagaimana anda bisa membuat karya seni yang sangat indah sekali, apa yang permata kali terpikir dahulu, kenapa ingin membuat karya seni, tidak yang lain saja, “pajang pertanyaan sang wartawati disertai keinginan tahuannya yang sangat kuat”

Thomaspun mulai bercerita dengan pelan-pelan seperti seseorang malaikat penyampai wahyu,

“Dulu pertama kali saya membuat lukiasan tidak ada satun orang yang mau menghargai lukisan saya, bahkan orang terdeekat saya tidak ada yang peduli, dan menganggap saya tidak berguna karena saya hanya membuat lukisan-lukisan dan lukisan setiap harinya,” Thomas mulai menghela nafas panjang tanda dia sangat tertekan pada saat itu,

Dia melanjutkan,

“Tiba-tiba ada seorang pemuda umurnya tidak lebih dari 25 Tahun, dia merubah semua” Mata Thomas seperti orang yang sedang menceritakan kejaiban dari Sang Pencipta,

“Memangnya apa yang dilakukan pemuda 25 Tahun itu Tuan” Sela wartawati yang sangat ingin tahu jawabanya,

“DIA MENGHARGAI KARYA SAYA” Thomas menatap tajam mata wartawati, seperti meyakinkan peristiwa itu nyata, tidak ada kebohongan sedikitpun,

“Maksudnya Tuan Thomas, ? Hanya itu saja ?” Sela wartawati merasa heran dan tidak menduga jawaban narasumber,

“ Hemmm…” Jawab Thomas pendek, sepermili detik tampak kekecewaan dari mukanya,

“Ini tidak hanya soal MENGHARGAI, ini soal PENGHARGAAN TULUS,” Jawab Thomas serasa meminum air putih, sedikit seperti mengakhiri kalimat bijak pada anak-anak, dia sangat terlihat keren pada detik ini,

Thomas mulai melanjutkan ceritanya,

“Waktu itu sore hari, saya sedang tidak ingin sekali melukis saya membiarkan ide kreatif saya termakan oleh ganasnya waktu, Pemuda itu datang, lalu melihat wajah musam saya, sepertinya dia tau keadaan dan kondisi saya waktu itu, dimana saya sedang berfikir keras dan membuat apa yang mereka suka (orang-orang pada saat itu), ya kau tau semua orang pada waktu itu tidak ada yang menghargai karya ku, Pemuda itu berkata “Wah lukiasan yang sangat indah, berbeda dengan yang lainya, benarkah kau yang melukis semua ini ?” Thomas tersenyum bahagia

“Iya aku yang membuat semua ini, dan yang kau liat itu belum selesai, pemuda itu terlihat binung waktu itu, tak lama setelah itu dia berkata lagi “kira-kira kapan kau selesaikan lukisan ini ? aku ingin melihatnya jika selesai nanti,” Setelah mendengar itu aku tersenyum sedikit bangga, akhirnya ada yang mau menunggu karya ku, batin ku, aku bilang saja besok kau lihat hasilnya kalau kau mau”jawab ku, dengan tidak pecaya jika dia akan kembali lagi besok,

“ Namun prasangkaan ku salah, keesokan harinya pemuda itu datang lagi dan aku pun kaget dan segera ku selesaikan karya ku, “wah tambah indah hasilnya, kau berbakat” dia bilang begitu yang membuat kepala ku ini serasa disurga,

“Pemuda itu meminta ku untuk terus berkarya setidaknya 5-10 lukisan lagi, sebelum pergi dia kami mengobrol sebentar “Apa bedanya karya ini dengan yang lain” tanya Pemuda itu,

“Yang lain itu sampah, ada 2 karya ku seperti ini yang pertama aku simpan didalam, karena semua orang tidak menyukainya, dan ini pun sepertinya akan ku simpan juga, sedangkan yang lain aku jual dengan sangat murah, itupun tidak ada yang mau, ya jadi aku sebuat saja sampah”

Thomas sedikit tertawa, dia melanjutkan,

“Yang 2 ini kenapa kau simpan ?, Pemuda itu sedikit heran, ya yang ini dan yang didalam sana itu kesukaan ku, kubuat dengan hati ku, tidak menggunaan otak ku, ketika aku menggambar ini, aku menjadi diriku yang sebenarnya, pemuda itu hanya tersenyum, “Cobalah kau berhenti untuk menggambar sampah itu, gambarlah sesuai jati diri mu, jangan pernah dengarkan orang berbicara, mereka tidak melihat dengan hati mereka melihat dengan mata saja” kata-kata mutiara terindah yang penah mampir ke telinga ku”

“Semenjak itu aku tidak bertemu dengan Pemuda itu, namun setelah itu aku menjadi semangat lagi untuk melukis jati diri ku dikanvas, ku buat 50 lebih lukisan, hanya dalam waktu 1 bulan saja, aku tidak tau ini lukisan mau dijual kemana, hingga uangku habis, untuk menyambung hidup aku memutuskan untuk pindah ke sini negeri ini, dan rumah ku jual, dan ku beli rubah kecil yang sekarang menjadi istana ku,”

“Saat ku pindah dan membawa lukisan yang begitu banyak hingga lukisan ku menjadi pameran berjalan, dan sukses dilihat ribuan orang sepanjang jalan, muka mereka seperti terlihat mengingikan lukisan abstrak ku, kata ku dalam hati,”

“Keesokan harinya aku didatangi oleh orang-orang yang ingin membeli lukisan ku, mereka bergerombol dan terkesan kaya, terlihat dari pakaianya dan tunggangannya, aku bingung bukan main ada apa dengan orang-orang ini, mereka tau darimana jika aku menjual lukisan ku? Mereka tidak menjelekan karya ku ? Dan kenapa dengan orang-orang ini ?”

“Akhirnya aku tau ketika pembeli berkata “kau kah yang melukis lukisan Tuan Arda?”, “Aku semakin bingung, Arda siapa dia ?” “dia seniman disini dia sangat kaya dan sangat terkenal, kau tidak mengetahuinya ? bahkan karyanya itu sudah dibeli oleh sang Ratu,” aku semakin bingung

“Tolong beri tau aku dimana rumah Tuan Arda itu” aku memohon seperti anak-anak,

“Baik aku akan antarkan asalkan aku bisa membeli 5 lukiasan ini dengan harga 3 lukisan,” Pembeli itu memanfaatkannya seperti serigala memangsa ibu kelinci,

“Baik setuju, tanpa basa basi aku langsung ingin diantarkan ke rumah Tuan Arda itu, tidak lama kisaran 15-20 menit aku sudah sampai dirumahnya, disambut dengan petugas dan keamanan dan anjing yang harganya mahal,”

“Ada keperluan apa datang kesini ?” tanya sang penjaga,

“Aku ada keperluan bisnis dengan Tuan Arda” Sahut ku dengan penuh keyakinan, seperti pebohong ulung,

“Petugas itu percaya, dan mengantarkan ku ke rumah Tuan Arda, sesampainya disana aku sangat kaget takala yang membukakan pintu itu adalah Pemuda yang pertama kali memuja karya seni ku ini,

“Hah kau Tuan Arda ?” Keceplosan seperti teman lama dan tidak percaya sama sekali,

“Ternyata kau, iya aku Arda seperti yang orang-orang bicarakan,” sedikit terserum dan terkesan sombong,

“Belum lama aku terkejut lagi ketika melihat lukisan ku ada didalam ruang tamunya, terlihat mewah dan aku sangat tidak ingat punya lukisan seperti itu” “Itu ….. “

“Iya itu lukisan mu, indah jadi aku memajangnya disini, semua orang menginginkannya, “ Aku sampai lupa jika dia waktu itu memeli karya ku yang  ke 2 itu,”

“Bagaimana bisa, semua ini tejadi seperti membalikan bumi dari bawah keatas,” suara yang lirih dan seakan tidak percaya,

Dan dia (Pemuda) menjelaskan, “Sore itu aku tau kau frustasi akan lukisan mu, seperti aku frustasi akan lukisan ku sendiri, jadi aku datang untuk memotivasi mu, ya kurasa itu jalan terbaik ku pada saat itu, dikala ada seorang yang senasib dengan ku, waktu itu juga lukisan ku tidak laku dipasaran, dan hanya jadi sampah, namun semua berubah sekarang, dan sepertinya kau juga akan seperti ku,” jawab Pemuda itu penuh keyakinan,

“Bagaimana kau tau aku sangat frustasi pada saat itu? “ Sebenernya aku sudah tau jawabanya hanya sekedar memperjelas saja,

Pemuda itu menjawab lagi “Ya sudah ku bilang aku juga pelukis seperti mu, pada waktu itu aku sempat merasakan hal yang sama dengan mu, jadi ku coba melakukan hal yang sama ketika orang itu lakukan pada ku”

“Siapa orang itu, , , ?” Sahut Thomas penuh dengan penasaran,

“Dia adalah pelukis terkenal lainya, Namanya Kamir, dia seniman lukis yang sangat terkenal di Turki, dia datang kesini hanya untuk mengubah ku menjadi seperti itu,” Jawab Pemuda itu,

“Bagiamana bisa ?” Sahut Thomas lagi,

“Sama seperti ku waktu itu prosesnya dan jawaban itu pun sama, aku seperti melihat diriku sendiri pada waktu itu, ya waktu itu aku pun menjawab, seperti mu, melukis dengan hati dan ini jati diriku sesungguhnya, tahukan kau lukisan mu pada saat itu sungguh aku tidak mengerti dengan arti lukisan abstrak mu ini, aku hanya melihat tekat mu saja, mungkin karena tekat mu itu dan jawaban itu hingga kini aku melihat lukisan mu dengan hati, dan jujur aku tidak begitu menyukai karya mu, tapi aku menghargainya hingga saat ini” Jawab Pemuda seperti menguak rahasia,

“Jadi kau juga dulu sama seperti ku,” Tanya Thomas, meyakinkan dirinya sendiri,

“Iya benar, lihatlah hasil dari “motivasi ini” kau sekarang menjadi terkenal, dan aku hanya memotivasi mu saja, seperti Tuan Kamir memotivasi ku dulu, ini seperti permainan diaman kau sekarang yang harus mencari dan memotivasi orang diluar sana yang bisa mengubah hidupnya, jangan kau biarkan seniman yang membuat indah dunia ini khandas hanya karna kurang motivasi,” Panjang dari Pemuda itu namun sarat dengan makna,

Thomas mengakhiri ceritanya, dan mulai menarik kesimpulan, ; “Aku sangat termotivasi ketika ada hanya 1 orang yang menghargai karya ku, ya menghargai sekalipun itu bohong, tapi untuk seseorang itu sangat penting dan berharga, dan itu kami menyebutnya dengan Penghargaan Kosong[23 Okt 2015]


Komentar

Postingan Populer